Thursday 3 December 2015

Siapa Penyebab Kita Belum Dikaruniai Anak? (1)

TERIKNYA matahari siang masih terasa hingga sore. Sepulang kerja, istriku terus memintaku untuk diantar ke dokter. Sesuai permintaannya seminggu lalu, setelah gajian, aku menjanjikan dirinya untuk periksa ke dokter.
Tas punggung berisi kamera dan laptop belum sempat kuletakkan di kursi. Mesin motor produksi tahun 2000 yang kuparkir di depan rumah kontrakan berukuran 6 meter x 12 meter masih menganga setelah mengantarku menyusuri lereng Gunung Ungaran.

"Dua tahun sudah pernihakan ini. Ketika Mas kuajak untuk periksa ke dokter, selalu saja berjuta alasan yang muncul. Tidak salahnya kita berikhtiar, periksa ke dokter untuk mengetahui siapa yang kurang sehat dan menjadi penyebab kitab belum dikaruniai anak."
Kata-kata istriku itu membuat tas yang hendak kuletakkan ke atas kursi batal kulakukan. Keinginan untuk segera melepas lelah sambil merebahkan diri di atas karpet pun merubahku seperti patung. Diam seribu bahasa sambil mematung. Tak ada kata-kata. 
Rasa lelah inipun makin bertambah. Sebagai lelaki yang memilih untuk selalu mengalah, aku pun kembali mengangkat tas. Kegandeng istriku yang telah bersiap untuk pergi. 
Rok jeans panjang, kaos putih berbalut jaket kain berwarna biru dan jilbab bermerek Rabbani, membuat wajah istriku sore itu nampak cantik. 
Setelah mengunci rumah, kustarter kembali sepedamotorku. Dan, kamipun menuju tempat praktek dokter SPOG. 


No comments:

Post a Comment