Thursday 3 December 2015

Siapa Penyebab Kita Belum Dikaruniai Anak? (2)

MESKI sinar matahari begitu terik. Rasanya seperti tersambar petir. Setelah melakukan tes HSG di sebuah rumah sakit di Kota Solo, dokter SPOG yang sejak awal memeriksa istriku bilang. "Dua saluran tuba falopinya tersumbat. Untuk membuka saluran, harus dilakukan Laparascopy. Biayanya kalau tidak salah sekitar Rp 20 juta. Atau bayi tabung, biayanya Rp 80-an juta. Tingkat kesuksesannya kurang dari 50 persen. Tetapi, itu pilihan."

Aku hanya terdiam. Diam sejuta bahasa. Tak ada kata yang kuucapkan hingga sepedamotor kumasukkan ke rumah kontrakanku.
Beberapa bulan, bahkan hitungan tahun. Aku tak bersikap. Tetapi, istriku melakukan terapi non medis kepada seorang ibu tua. Ia dipijit dan diberi ramuan jamu. Hal itu berlangsung cukup lama. Hingga akhirnya, istriku meminta untuk kembali melakukan terapi medis.
Diam-diam, aku tak mau disalahkan dengan kata-kata yang menghantuiku : Siapa Penyebab Kita Belum Dikaruniai Anak? dengan melakukan pemeriksaan sperma di sebuah laboratorium. Dan, hasilnya Normozoorspermia alias normal.
Dari pertanyaan yang menghantui itu, aku tidak bermaksud meenyalahkan siapa atau apa. Menyalahkan istri pun jauh dari pikiran. Tetapi, pertanyaan itu menjadi pemantikku untuk terus berusaha sembari instropeksi diri dan memasrahkan semuanya kepada Sang Pemilik Kehidupan.
Sebagai orang beragama, tentu kewajiban atau perintah Tuhan kuupayakan untuk selalu menaatinya. Larangan-Nya pun harus selalu kujauhi sejauh-jauhnya.
Kini, istriku sedang menjalani terapi medis kembali dengan seorang dokter SPOG yang berbeda. Sebulan lagi, istriku akan menjalani tiup atau hidrotubasi. Kubaca semua artikel, curhatan atau perbincangan para ibu di internet. Dan sore ini, hampir 100-an artikel kubaca. Dada ini terasa sesak. Perut pun terassa mual. Selera makan pun tak ada. Agar tak larut dalam kegalauan akut, kumulai menulis di blog ini. Sebagai Jeritan Suami yang berharap memiliki generasi. Mohon doa dan semangat kepada seluruh pembaca sekalian. Terimakasih.


No comments:

Post a Comment